Autisme adalah gangguan
perkembangan pervasive / menyeluruh yang menunjukkan ciri kelainan fungsi dalam
tiga bidang : interaksi sosial, komunikasi timbal balik, dan perilaku yang
terbatas dan berulang. Sampai saat ini banyak teori kedokteran yang
membahas penyebabanak autis, namun
belum ada satupun yang mampu menemukan faktor penentu bahkan
pemicu autisme belum diketahui secara jelas.
Memiliki anak yg menderita autis memang berat.
Anak penderita autis, selain
tidak mampu bersosialisasi, penderita tidak dapat mengendalikan emosinya. Kadang
tertawa terbahak, kadang marah tak terkendali, bahkan dia sendiri tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri dan
memiliki gerakan-gerakan aneh yg selalu diulang-ulang.
Mungkin juga kelainan
autisme ini justru memberikan suatu kelebihan bagi sang penderitanya, hal ini
terbukti dari kasus yang terjadi pada, Jacob Barnett, seorang anak yang berumur
12 tahun di Amerika yang dapat memecahkan teori "Big Bang" (teori
konsep rumusan matematika yang sangatlah rumit), dan setelah dilakukan
serangkaian tes ternyata ia memiliki IQ melebihi Albert Einstein (170).
Jacob mengidap Aspergers syndrome, Kristine Barnett, ibu dari Jacob
sempat heran ketika anaknya tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun hingga ia
menginjak usia dua tahun. Akibat kelainan yang dideritanya tersebut, Jacob
menjadi pengajar di Universitas Indiana.
Ia mengajar tentang hal-hal yang berhubungan dengan dunia matematika (kalkulus,
aljebra, geometri, dan trigonometri) yang mungkin bagi kita sendiri pelajaran
tersebut sangatlah membosankan sekali. Tidak hanya itu saja, ia juga sedang
mengembangkan teori relativitas dari Einstein saat ini.
Pandangan Kaum Atheis
disadari atau pun tidak telah memperangkap kebanyakan orang dalam paradigma kaum Atheis yang menolak keberadaan
agama, Tuhan dan ajarannya. Dalam ini saya mencoba untuk kembali
mendiskusikan konsep dan pemikiran tersebut dengan kejernihan dan ketajaman
berpikir kita. Dalam pembahasan ini diharapkan akan timbul kesadaran pembaca
akan kekeliruan dalam cara pandang dan pola berpikir selama ini.
Berikut sedikit penjelasan mengenai kekeliruan ATEIS menurut Islamic Science Group (ISG)
1. Manusia, Makhluk yang Lemah
Dalam diri manusia terdapat suatu potensi yang
disebut akal atau rasio. Akal berfungsi untuk berpikir, dalam rangka
mendapatkan pengetahuan dan mencari kebenaran. Mencari kebenaran merupakan
hasrat manusiawi, sebagai makhluk yang berakal. Guna mendapatkan pengetahuan
dan kebenaran tersebut, dalam diri manusia juga dilengkapi perangkat yang
namanya panca indera berupa mata, telinga, hidung, kulit dan lidah. Dengan
panca indera ini manusia berusaha untuk menangkap fenomena alam dan lingkungan,
yang kemudian akan ditransfer ke dalam akal untuk diolah menjadi sebuah
pengetahuan. Dengan proses menangkap fenomena alam oleh panca indera dan
menstranfer ke dalam akal, secara menerus itulah, manusia berusaha untuk
mencari kebenaran. Namun panca indera yang digunakan untuk mengenali dan
menangkap fenomena alam dan lingkungan ini memiliki keterbatasan dan kelemahan.
Mata misalnya, hanya dapat melihat pada jarak tertentu saja dan
menginformasikan dengan benar apa yang dilihatnya. Tetapi diluar jarak yang mampu
dilihatnya itu, mata tak mampu melihat obyek secara tepat, sehingga yang
diinformasikan ke dalam akal pun pengetahuan yang keliru. Terhadap obyek yang
cukup jauh mata tak mampu melihat secara tepat, seperti melihat gunung dalam
jarak yang jauh seolah berwarna biru, melihat laut seolah berwarna biru,
melihat dua garis sejajar (rel kereta api) seolah bertemu pada satu titik,
melihat pinsil yang dimasukkan sebagian ke dalam air di ember seolah patah dan
masih banyak lagi contoh lainnya. Telinga dalam fungsinya sebagai indera
pendengar, juga memiliki keterbatasan. Telinga hanya mampu mendengarkan suara
dengan frekuensi tertentu saja. Pada suara yang sangat lemah ataupun suara yang
sangat keras, telinga tak dapat berfungsi dan menginformasikannya pada akal.
Dan sering informasi yang ditangkappun keliru ketika ditransfer ke akal.
Demikian pula indera-indera lainnya memiliki keterbatasan dan kelemahan.
Padahal panca indera inilah yang diandalkan untuk memberikan masukan
pengetahuan pada akal/otak untuk dianalisis dan disimpulkan menjadi suatu
kebenaran. Akal atau rasio manusia yang digunakan untuk berpikir, mengolah
informasi mengenai fenomena alam dan lingkungan yang diberikan oleh panca
indera ternyata juga memiliki keterbatasan dan kelemahan. Memang dengan akal
manusia bisa mengolah informasi, membentuk pengertian-pengertian,
pendapat-pendapat, kesimpulan- kesimpulan suatu pengetahuan. Tetapi pengetahuan
yang mampu didapatkan sebatas pada informasi yang diberikan oleh panca indera
(yang sering keliru), dan kemampuan berpikirnya juga sebatas
pengalaman-pengalaman yang pernah didapatnya. Kalaupun berpikir untuk sebuah
idea dan gagasan baru, tetap terbatas pada abstraksi yang mampu dibentuknya
yang sifatnya subyektif. Sehingga belum tentu bisa diterima orang lain dan
komunitas lainnya. Maka kebenaran yang didapatnya adalah kebenaran yang
subyektif, kebenaran yang relative sifatnya. Tidak bisa dijadikan sebagai
pedoman. Emmanuel Kant (1724-1804) dalam bukunya yang terkenal Critic der
Theoritische Vernunft, mengakui akan keterbatasan akal manusia. Dia menandaskan
bahwa penyelidikan dengan akal (budi) benar-benar dapat memberikan sesuatu
pengetahuan mengenai dunia yang tampak, akan tetapi akal (budi) itu sendiri
tidak sanggup untuk membeikan kepastian-kepastian, dan bahwa berkenaan dengan
pertanyaan-pertanyaan terdalam mengenai Tuhan, manusia, dunia, dan akhirat,
akal (budi) manusia itu tidak mungkin memperoleh kepastian-kepastian, melainkan
hidup dalam pengandaian.
2. Kelemahan Teori-teori Filsafat Barat
Teori dan konsep filsafat barat yang telah
mempengaruhi cara pandang dan pola berpikir kebanyakan orang selama ini juga
terdapat banyak kelemahannya. Marilah kita coba bahas teori dan konsep yang ada
pada bab satu secara rinci sebagai berikut:
a. Klarifikasi atas Pandangan Marx
Menurut Marx, agama sebagai candu masyarakat. Dalam
pandangan Marx, agama seperti candu, ia memberikan harapan-harapan semu, dapat
membantu orang untuk sementara waktu melupakan masalah real hidupnya. Seorang
yang sedang terbius oleh candu/opium dengan sendirinya akan lupa dengan diri
dan masalah yang sedang dihadapinya. Bagi Marx, agama juga merupakan medium
dari ilusi sosial. Agama tidak berkembang karena ada kesadaran dari manusia
akan pembebasan sejati, tetapi lebih karena kondisi yang diciptakan oleh
orang-orang yang memiliki kuasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Propaganda
agama yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dipandang oleh
Marx sebagai sikap meracuni masyarakat. Pernyataan Marx bahwa agama sebagai
candu masyarakat, muncul tatkala dia mengamati realitas empiris di sekitarnya
pada saat itu, dimana orang beragama dan melakukan ritualitas karena
menghindari realitas hidup yang dihadapinya dan agama mampu meninabobokan para
penganut agama tersebut. Juga masalah penyebaran agama yang dilakukan oleh
tokoh-tokoh agama untuk melanggengkan kekuasaan bisa dimaklumi, karena memang
demikian kenyataan saat itu. Dan ini terjadi pada agama Kristiani, yang menjadi
fokus kritik Marx pada fungsi politik agama, khususnya yang menjadikan agama
sebagai ideologi Negara. Agama telah dijadikan alat pukul oleh Negara untuk
membungkam para pemeluknya yang memprotes sikap otoriter para pemimpin politik
dan ekonomi Prussia.
Pandangan Marx tersebut tak bisa digunakan untuk
menggeneralisir semua agama. Juga keterbatasan kemampuan Marx dalam memahami
tentang agama secara hakekat, maksud dan tujuan-lah yang mengantarkannya pada
pengetahuan tersebut.
b. Materi Bukan Segalanya
Materialisme menganggap segala yang ada adalah
materi. Unsur pokok, dasar dan hakekat segala sesuatu yang ada itu materi.
Materi adalah suatu yang abadi, tidak diciptakan dan ada dengan sendirinya.
Materi adalah awal dan akhir kehidupan. Paham materialisme menganggap pikiran,
gagasan dan idea merupakan hasil dari kerja materi. Pada akhirnya paham
materialisme mengingkari keberadaan agama dan Tuhan. Pandangan yang menyatakan
bahwa segala yang ada materi adalah sebuah kekeliruan. Dalam diri manusia
sendiri, disamping adanya materi juga ada unsur non materi yang mampu menggerakkan
tubuh materinya. Yang membuat tubuh materi tersebut hidup. Dan ketika manusia
meninggal, ada sesuatu yang lepas dari tubuh materinya. Lalu bagaimana
materialisme memandang sesuatu (yang non materi) yang lepas dari tubuh
tersebut?
Dalam kehidupannya, manusia juga dihadapkan
berbagai hal yang non materi. Energi listrik yang mampu menggerakkan peralatan
elektronik, yang terdiri dari elektronelektron bersifat gelombang tak bisa
dikatakan sebagai materi. Energi tersebut
kenyataannya ada, dan manusia tak pernah dapat
menangkapnya secara langsung. Masih banyak lagi dalam dunia ini “sesuatu” yang
bukan materi. Dus anggapan bahwa segala sesuatu adalah materi tidak lah tepat.
Dan teori materialisme tak bias dijadikan dasar pengetahuan akan sebuah
kebenaran.
c. Berpikir Tak Dapat “mengadakan” Sesuatu
Apa yang dikatakan Rene Descartes yaitu “cogito
ergo sum” yang artinya aku berpikir, maka aku ada, bukanlah bermakna bahwa
dengan berpikir mampu “mengadakan” sesuatu. Hakekat berpikir adalah bertanya,
bertanya adalah mencari jawaban. Maka dengan berpikir akan didapat suatu
pengetahuan, suatu kepahaman, kesadaran akan adanya sesuatu. Berpikir bukanlah
bisa mengadakan sesuatu tetapi hanya bisa menyadari keberadaan sesuatu.
Kenyataannya sejumlah benda yang ada di sekitar kita, baik kita pikirkan maupun
tidak, tetaplah ada. Dan suatu benda yang tak ada, tak akan pernah diwujudkan
hanya dengan sekedar berpikir. Terhadap sesuatu yang tidak nyata, yang kemudian
kita pikirkan adanya hanyalah dalam abstraksi pada pikiran kita. Anggapan bahwa
Tuhan pada kepercayaan orang-orang beragama, hanyalah hasil rekayasa pikiran,
adalah sebuah kesalahan. Jika Tuhan merupakan hasil rekayasa pikiran, betapa
hebatnya pemilik pikiran tersebut yang mampu merekayasa adanya Tuhan. Dan
seseorang akan merekayasa sejumlah Tuhan sesuai keinginannya. Jika pemilik
pikiran tersebut mengalami kematian, Tuhan pun akan ikut mati. Maka untuk peran
apakah Tuhan direkayasa? Demikianlah, sesungguhnya pikiran manusia tidak akan
pernah menjangkau hakekat keberadaan Tuhan. Apalagi merekayasa atau menciptakan
Tuhan, kecuali hanyalah Tuhan-tuhan illutif dan Tuhan-tuhan semu.
d. Skeptisisme Kaum Atheis
Perkembangan pemikiran manusia baik perorangan
maupun masyarakat, menurut Comte, melalui tahapan zaman teologi, metafisi dan
positif. Pada zaman positif yang ditandai dengan kemajuan dan perkembangan
sains dan teknologi, manusia sudah tidak lagi membutuhkan kepercayaan, agama
maupun Tuhan, karena seluruh persoalan telah mampu diatasi dengan sains dan
teknologi itu sendiri. Pandangan demikian jauh dari kenyataan. Tahapan-tahapan
secara keilmuan, bisa saja terjadi perkembangan pemikiran manusia, namun
masalah kepercayaan, agama dan Tuhan, tak sepenuhnya hilang dari
pemikiran mereka, meski berusaha mereka ingkari.
Masyarakat komunis yang anti Tuhan, yang menolak keberadaan Tuhan pun tak
sepenuhnya bisa menghilangkan akan perasaan akan adanya Tuhan. Mereka sendiri
sebetulnya skeptis (meragukan) akan apa yang dipahaminya tentang ketiadaan
Tuhan. Bahkan pada saat-saat tertentu, mereka masih berharap adanya
kekuatan-kekuatan di luar dirinya (mistis) yang bisa menolongnya. Dan
pernyataan “God is dead” adalah lontaran dari kesombongan ilmiah, kesombongan
intelektualitas yang menyesatkan, yang sebenarnya merupakan pengingkaran akan
hati nurani sendiri.
3. Kelemahan Teori-teori Kebenaran
Sebagai makhluk yang mencari kebenaran, manusia
dengan potensi akalnya akan terus berusaha untuk menemukan hakekat kebenaran.
Namun pengetahuan hanya mengantarkan pada kebenaran-kebenaran yang subyektif.
Kebenaran-kebenaran yang secara teoritis merupakan hasil temuan ilmiah yang
sebetulnya memiliki banyak kelemahan, yang bisa kita diskusikan berikut ini :
a. Kelemahan Teori Koherensi
Teori kebenaran ini banyak dianut oleh kaum
idealis, menurut mereka sesuatu yang disebut benar itu adalah yang benar
menurut idea dan dalam idea tanpa memperhatikan fakta. Plato mengatakan bahwa
yang disebut kuda yang sebenarnya adalah kuda yang ada dalam idea. Sedangkan
kuda menurut kenyataan dan yang nyata adalah bayangan dari kuda yang ada dalam
idea. Dari pernyataan Plato ini lalu timbul pertanyaan “Plato yang sebenarnya
itu ada dalam idea siapa?”, mengingat dari teorinya sendiri menyatakan bahwa
Plato yang ada adalah bayangan dari Plato yang ada dalam idea (pikiran).
Filosof Britania Bradley (1864 -1924) sebagai penganut idealisme menyatakan
bahwa kebenaran itu tergantung pada orang yang menentukan tanpa harus memandang
realitas peristiwa, asalkan dalam pikiran itu ada, jika pikiran itu tidak ada
maka apapun yang ada di dunia ini tidak ada. Padahal orang yang berakal sehat
akan mengatakan bahwa setiap yang ada di luar manusia, berpikir atau tidak
berpikir kalau zat/sesuatu tersebut memang ada, maka akan tetap ada.
b. Kelemahan Teori Korespondensi
Sesuatu itu benar jika sesuai dengan fakta, atau
dapat dikaji dengan fakta. Ternyata dalam realitasnya tidak semua masalah dapat
dikaji berdasarkan fakta. Misalnya aliran listrik yang mengalir dalam suatu
penghantar yang faktanya dapat dirasakan berupa gejala-gejala listrik yang
ditimbulkannya (aliran listrik) akan tetapi hal yang sesungguhnya berupa
gerakan-gerakan electron yang tidak dapat dilihat, dibaui, didengar atau bahkan
dirasakannya bukan gerakan-gerakan yang sesungguhnya itu hanya ada dalam
pikiran. Begitu juga cinta, tidak dapat dikaji dengan fakta akan tetapi yang
dapat dikaji dengan fakta-fakta hanyalah akibat atau gejala dari cinta itu.
c. Kelemahan Teori Pragmatisme
Sesuatu dianggap benar jika bermanfaat, teori ini
bagaimana kalau diterapkan
terhadap pernyataan “Menyontek sewaktu ujian” dan ”
Mencuri” serta “Narkoba”, apakah ketiga hal tersebut merupakan kebenaran? Kalau
ya, kenapa setiap siswa/mahasiswa ujian selalu dijaga ketat, dan jika ketahuan
ada yang menyontek diberika sangsi? Lalu mencuri. Apakah dengan mencuri yang
mana hasil dari curian tersebut sangat bermanfaat bagi si pencuri itu juga
dapat dikatakan benar? Kemudian dengan keberadaan narkoba (narkotika dan
obat-obatan terlarang lainnya) apakah juga dibenarkan oleh akal sehat dan
diterima oleh setiap orang?
4. Kelemahan Metode Ilmiah
Untuk bisa mendapatkan kebenaran ilmiah, harus
dilakukan melalui metode ilmiah. Kebenaran seperti apa yang dihasilkan dari
metode ilmiah? Sebetulnya kalau kita mau cermati, maka metodologi ilmiah itu
sendiri memiliki kelemahan bahkan sangat lemah untuk bisa digunakan mencari
hakekat kebenaran. Dalam metodologi ilmiah, harus memenuhi persyaratan empiris,
obyektif, rasional dan sistematis. Empiris berarti suatu kebenaran berdasarkan
pengalaman yang dapat ditangkap dengan pancaindra, dan dapat dibuktikan.
Padahal sebagaimana dalam uraian mengenai kelemahan panca indra kita yang tak
pernah mampu berfungsi terhadap seluruh obyek dan mampu menangkap dengan tepat
apa yang dilihat, didengar dan
dirasakan. Maka pengetahuan sebagai hasil dari
pengalam berdasarkan panca indera, tak sepenuhnya benar. Obyektif berarti suatu
kebenaran harus mengandung nilai obyektifitas, berdasarkan fakta yang menjadi
obyek pengetahuan, bukan berdasarkan yang menilai atau yang mengamati (subyek-nya).
Dalam kenyataannya, banyak pengetahuan yang dijadikan sebagai kebenaran hanya
atas asumsi dan dugaan sementara dari orang perorang. Jadi kebenaran tersebut
sebenarnya bersifat subyektif, yang belum tentu dapat diterima orang lain.
Rasional berarti kebenaran tersebut bersumber dari akal (rasio) atau pikiran
manusia, dimana pengalaman-pengalaman hanya sebagai perangsang bagi pikiran.
Kebenaran demikian merupakan kesimpulan dari pengalaman-pengalaman sebelumnya
dan menjadi pengetahuan dalam akal manusia. Namun pada realitasnya banyak
kebenaran yang tidak masuk diakal, yang tidak rasional, namun diikuti oleh
banyak orang dan dijadikan sebagai sebuah kebenaran. Sistematis berarti
berurutan, yakni dalam menemukan kebenaran harus melalui proses yang berurutan.
Sistematis sebagai sebuah metode bisa menjadi keharusan, namun tahapan yang
dikerjakan secara berurutan itu belum tentu sebagai kebenaran yang hakiki.
Berdasakan uraian dan penjelasan tersebut diatas, maka metodologi ilmiah
sebagai cara untuk menemukan kebenaran tidak bisa untuk dijadikan patokan
secara mutlak. Kebenaran yang didapat dari metodologi ilmiah sebatas kebenaran
yang relative, bahkan terkadang tidak konsisten dengan persyaratan ilmiah itu
sendiri.
5. Teori Asal Usul Kehidupan dan Evolusi Darwin
Uraian mengenai asal usul kehidupan yang penulis
kemukakan dalam bab satu, merupakan hasil dari sebuah kajian dan penelitian
ilmiah. Maka dengan mengetahui akan kelemahan metode ilmiah tersebut, kita tak
bisa menjadikan teori-teori asal usul kehidupan diatas sebagai pengetahuan yang
benar.. Dalam kebenaran ilmiah senantiasa terjadi perubahan dan pembaharuan
manakala ada hasil temuan dan penelitian lainnya yang dapat menumbangkan teori
pengetahuan sebelumnya. Inilah sifat kebenaran ilmiah. Kebenaran teori-teori
tersebut bersifat relative. Teori Darwin tentang evolusi sudah banyak yang
menyanggah. Telah terbukti ketidakbenarannya. Dalam teorinya mengenai
evolusipun tak memperoleh data lengkap. Ada mata rantai yang terputus (missing
link}. Demikianlah, teori evolusi Darwin ini juga tak bisa dijadikan sebuah
pengetahuan yang benar. Harun Yahya mengupas cukup dalam tentang tipudaya teori
evolusi Darwin ini dalam bukunya “Allah is Known Through Reason” yang
diterjemahkan Muhammad Shodiq, S. Ag. Menurut Harun, teori evolusi adalah suatu
filosofi dan konsepsi dunia yang menghasilkan suatu keasalahan hipotesis,
asumsi dan scenario khayalan dengan tujuan menjelaskan keberadaan dan asal-usul
kehidupan dengan hanya secara kebetulan. Filosofi ini berakar jauh di zaman lalu
sekuno Yunani-kuno. Ide khayal Darwin dianut dan dikembangkan oleh kalangan
ideologis dan politis tertentu dan teorinya menjadi sangat populer. Alasan
utamanya adalah bahwa tingkat pengetahuan saat itu belum memadai untuk
menyingkapkan bahwa skenario imajinasi Darwin itu sala. Ketika Darwin
mengajukan asumsinya, disiplin ilmu genetika, mikrobiologi, dan biokimia belum
ada. Jikalau ada, Darwin mungkin dengan mudah mengenali bahwa teorinya tidak
ilmiah sama sekali, dan sehingga takkan ada yang berusaha mengajukan pernyataan
omong kosong tersebut, informasi yang menentukan spesies telah ada dalam gen
dan seleksi alamiah tidak mungkin menghasilkan spesies baru dengan mengubah
gen. Pada masa bergaungnya buku darwin, ahli botani Austria yang bernama Gregor
Mendel menemukan kaidah pewarisan sifat di tahun 1865. Meskipun kurag dikenal
hingga akhir abad itu, penemuan Mendel menjadi sangat penting awal 1900-an
dengan lahirnya ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan
kromosom itemukan. Pada 1950-an, penemuan molekul DNA, yang menghimpun
informasi genetik, menempatkan teori evolusi pada krisis yang hebat, karena
keluarbiasaaan informasi dalam DNA, tidak mungkin diterangkan sebagai kejadian
kebetulan. Selauin semua perkembangan ilmiah ini, tidak ada bentuk-bentuk
transisi, yang diduga menunjukkan evolusi organisme hidup secara bertahap dari
yang primitif menuju spesies yang maju, yang pernah ditemukan walaupun dengan
pencarian bertahun-tahun.
6. Existensi Tuhan
Kebenaran yang dicapai dengan melalui ilmu
pengetahuan maupun filsafat hanya kebenaran yang bersifat subyektif, kebenaran
yang bersifat relative bukan kebenaran yang hakiki. Karena perangkat yang
digunakan untuk mencapai kebenaran tersebut diatas memiliki keterbatasan dan
kelemahan. Panca indera dan akal manusia memiliki keterbatasan untuk mencapai
pada kebenaran yang hakiki. Dengan mengakui relativitas manusia sebagai bagian
dari alam, akan membawa konsekuensi logis, sesuatu yang tidak relative, yang
berada “di luar” alam. Jadi “Ada” sesuatu sebelum dan sesudah adanya alam. Ada
sesuatu yang tak terjangkau panca indera dan akalnya, “sesuatu” itulah yang
mengawali dan mengakhiri kehidupan ini. “Sesuatu” yang memiliki super power,
yang menciptakan alam semesta beserta isinya, yang mengelola dan mengatur
ciptaannya. Terhadap “sesuatu” itu, orang menyebutnya dengan “Tuhan”. Banyaknya
suku, bangsa, aliran, kepercayaan dan agama menimbulkan banyaknya konsepsi akan
ketuhanan dari masing-masing komonitas. Untuk melakukan pendekatan akan
pengetahuan mengenai Tuhan yang hakiki, kita perlu mengenal karakteristik dari
Tuhan yang bisa diakui secara obyektif, sebagai kebenaran universal. Dari
uraian bab sebelumnya dan pembahasan mengenai kelemahan ilmu pengetahuan dan
filsafat, kita telah ketahui pengetahuan akan kebenaran yang dihasilkannya
adalah subyektif, sifatnya relative. Maka Tuhan dalam arti sebenarnya tentu
tidak memiliki sifat relative, Tuhan yang tidak terjangkau, yang tidak dikenal
dengan akal pikiran manusia. Dia memiliki sifat Mutlak. Mutlak dalam segala
kehendak dan perbuatannya. Siapapun tak ada yang dapat mempengaruhi
kehendaknya, mempengaruhi perbuatannya, mempengaruhi keputusan-keputusannya.
Karakteristik demikian disebut Absolut (mutlak). Karena karakternya mutlak,
maka Dia tentu berbeda dengan keberadaan makhluknya. Tak ada sesuatu yang dapat
menyerupainya. Menyerupai dalam seluruh sifat, dzat, kehendak dan perbuatannya.
Karakteristik demikian disebut Distinct yang artinya berbeda. Karena Tuhan
berbeda dengan yang lain, maka Dia juga memiliki karakter yang lain yaitu khas
atau unique, artinya tak ada sesuatu yang menyamainya. Demikianlah, Tuhan dalam
arti yang sebenarnya memiliki karakter Absolut (mutlak), Distinc (berbeda
dengan lainnya) dan Unique (tak ada yang menyamainya). Inilah karakteristik
Tuhan yang sebenarnya. Untuk mengenal existensi Tuhan, yang patut kita imani
perlu kita teliti dan cermati, dengan cara menganalisis agama atau kepercayaan
Ketuhanan yang ada, apakah memenuhi karakteristik Tuhan sebagaimana di atas.
kali ini saya akan membahas tentang bentuk bumi.
Sebenernya materi bentuk bumi merupakan materi IPA kelas 3 SD dan sudah
diketahui oleh manusia sejak 2300 tahun yang lalu. Tapi berhubung
akhir-akhir ini banyak yang mendebatkan, jadi ga ada salahnya kita flashback jauh ke belakang sekaligus mengenang masa kecil kita masing-masing :v
Akhir-akhir ini di berbagai media sosial rame banget dibahas tentang bumi yang berbentuk datar (flat earth).
Ga cuma di Indonesia, di Amerika pun pandangan bumi datar pun sempet
rame dan cukup banyak dipercaya oleh beberapa kalangan. bahkan Guru-guru yang
diharapkan bisa men-counter hal ini ga jarang ikut-ikutan terbawa arus.
Wew sampe segitunya ya? Sebenernya udah banyak artikel kayak gini di
internet tong, yang udah membahas flat earth, tapi ga ada salahnya juga ane
ikut-ikutan bahas.
Sejarah singkat ilmu pengetahuan tentang bumi dan alam semesta
Untuk mengetahui sejarah perjalanan pengetahuan manusia tentang alam
semesta, kita perlu kembali ke ribuan tahun yang lalu, saat awal
peradaban manusia di Bumi. Salah satu hal yang membedakan manusia, Homo Sapiens, dibandingkan spesies lain adalah kemampuan untuk berimajinasi.
Misal kayak gini, kalo spesies-spesies lain ketemu singa, katakanlah
rusa atau kuda, mereka kira-kira bakal berpikir begini "hati-hati,
singa!". Tetapi manusia, berkat imajinasinya, bisa berpikir gini,
"hati-hati, singa itu dewa penjaga hutan ini!". Imajinasi tersebut telah
membantu manusia buat survive dan menjadi spesies paling
berkuasa di muka bumi ini. Kok bisa? berkat imajinasi, manusia juga bisa
membentuk sebuah kelompok, organisasi atau hukum dan peraturan yang ga
mungkin bisa dilakukan oleh spesies lain. Di sisi lain, imajinasi
tersebut juga menciptakan mitos dan kepercayaan terhadap benda atau
fenomena yang ada di dunia ini.
Kalo lo mau cerita lebih lanjut tentang kemampuan imajinasi manusia ini, lo bisa pantengin cerita Glenn tentang Asal-usul Konsep Uang.
Jadi jangan bayangkan apa yang lo pikirkan sekarang tentang matahari,
bulan, bintang atau berbagai hal yang terjadi di dunia ini sama dengan
apa yang orang-orang jaman dulu pikirkan.
Di peradaban Mesir kuno, misalnya langit digambarkan sebagai wanita raksasa, berupa dewi Nut.
Nut merentangkan kaki dan tangan ke 4 penjuru dunia sehingga menutupi
bumi. Setiap pagi Nut melahirkan matahari dan malam harinya dia memakan
kembali matahari. Siklus tersebut berulang setiap hari. Sementara itu, Geb,
dewa bumi, berbaring di bawah langit (Nut). Geb digambarkan sebagai
seorang laki-laki yang berbaring dibawah lengkungan langit Nut. Orang
Mesir memiliki kepercayaan kalau gempa bumi itu disebabkan oleh Geb yang
sedang tertawa. Sedangkan air laut di dunia ini merupakan air mata Nut
ketika dipisahkan oleh Geb.
Terdengar liar banget imajinasinya? Kembali, jangan samakan pengetahuan manusia modern dengan manusia jaman dulu.
Berbeda
dengan peradaban Mesir kuno yang menggambarkan alam semesta sebagai
personifikasi dewa-dewi, di peradaban Babilonia, alam semesta dibagi
menjadi struktur tiga lapis dengan bumi datar yang mengambang di atas
air dan berada di bawah langit. Nah di peradaban Babilonia ini lah ilmu
tentang perbintangan mulai maju, tapi meskipun begitu mereka masih
menganggap benda-benda langit mempunyai kekuatas magis.
Orang-orang membayangkan bentuk tertentu yang dihasilkan dari susunan
bintang, dan menghubungkannya dengan aspek tertentu dari alam atau
mitologi mereka. Orang-orang Babilonia percaya bahwa susunan bintang
tersebut menentukan nasib manusia. Hal ini lah yang sekarang kita sebut
dengan zodiak atau ramalan bintang.
Sedangkan Matahari, Bulan dan planet-planet (saat itu yang
ditemukan Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus) masing-masing
diberi 1 hari sebagai persembahan. Jadilah satu minggu itu isinya 7
hari. Beberapa nama hari masih kita kenali sampai sekarang yaitu Sunday
(matahari), Monday (bulan), Saturday (Saturnus).
Nah, di sini lo bisa lihat bagaimana orang jaman dulu mengambil
kesimpulan, yaitu bukan hanya dari fakta yang mereka lihat, tapi banyak
juga disertai oleh imajinasi-imajinasi. Imajinasi tersebutlah yang
akhirnya melahirkan mitologi-mitologi yang ada di berbagai peradaban.
Meskipun begitu, imajinasi ini sebenernya nggak selalu salah. Kadang,
bisa juga benar. Tapi, imajinasi tersebut harus bisa divalidasi (diuji
kebenarannya). Bagaimana cara memvalidasinya?
Dari Mitologi ke Rasionalitas
Pada awal peradaban Yunani Kuno, banyak juga sebenarnya
pemikir-pemikir yang sudah mulai rasional, tapi masih berkesimpulan
bahwa bumi itu datar. Misalnya, Thales berpendapat bahwa bumi berbentuk datar dan mengambang di air. Bumi ibarat kayu yang mengambang di tengah lautan. Anaximander meyakini bahwa bumi berbentuk silinder pendek dengan permukaan datar dan mengambang di udara. Anaximenes percaya
bahwa benda-benda langit berbentuk datar, dan kemungkinan besar dia
juga berpikir bumi berbentuk datar. Tetapi, yang membedakan argumen para
pemikir di Yunani Kuno dengan sebelum-sebelumnya adalah, mereka sudah
mulai berargumen berdasarkan pengamatan yang mereka lakukan, meskipun
belum sempurna. Dengan kultur semacam itu, lahirlah tokoh seperti Aristoteles.
Apakah Aristoteles yang pertama kali mengemukakan pendapat bahwa bumi
itu bulat masih jadi perdebatan di kalangan sejarawan. Namun pada 340
tahun sebelum masehi, beliau dipercaya menjadi orang pertama yang
menulis pendapat tersebut dalam bukunya On the Heavens. Beberapa argumen yang Aristoteles kemukakan:
Dia menyadari bahwa gerhana bulan disebabkan oleh Bumi yang berada
diantara Bulan dan Matahari. Bayangan Bumi pada permukaan Bulan selalu
bundar. Hal ini hanya mungkin bila Bumi bulat. Apabila Bumi datar, maka
bayangannya lonjong dan hanya bulat apabila Bulan berada di atas
ubun-ubun.
Dari
perjalanan yang pernah dilakukan dilakukan, orang-orang Yunani
mengetahui bahwa Bintang Utara tampak lebih rendah di langit bila
pengamat berada lebih ke selatan (karena terletak di atas kutub Utara).
Bintang Utara berada tepat di atas ubun-ubun seorang pengamat di Kutub
Utara, dan di atas horizon bila ia di khatulistiwa). Hal ini hanya
mungkin bila Bumi bulat.
Kapal yang muncul dan tenggelam di horizon (batas terjauh yang bisa
teramati). Apabila ada kapal yang berlayar menjauhi kita, maka badan
kapal tersebut akan tenggelam terlebih dahulu di horizon. Begitu pula
sebaliknya, bagian atas kapal akan terlihat terlebih dahulu di horizon
apabila mendekati kita.
Dari bukti-bukti tersebut, Aristoteles menyimpulkan bahwa bentuk bumi
adalah bulat. Gagasan Aristoteles tersebut disepakati oleh
filsuf-filsuf setelahnya seperti Euclid,
Aristarchus, dan Archimedes. Selain itu, Aristoteles juga menduga Bumi
tetap di tempat dan benda-benda langit yang mengelilingi Bumi, namun dia
ga memiliki landasan atas argumen tersebut. Sejak saat itu, bentuk bumi udah jarang menjadi perdebatan lagi di kalangan filsuf Yunani Kuno.
Geosentris vs Heliosentris
Diskusi tentang bentuk bumi di kalangan para filsuf bisa dibilang
udah 'selesai' setelah Aristoteles mengajukan pendapatnya di atas.
Setelah itu, pertanyaan mulai beralih yaitu tentang pusat alam semesta.
Apakah bumi yang menjadi pusat (geosentris)? Dalam arti, bumi adalah pusat semua benda di luar angkasa, dan matahari, bulan, bintang bergerak mengelilingi bumi.
Ketika Bumi dijadikan acuan pengamatan, maka lo akan melihat
pergerakan planet yang meliuk-liuk (retrograde). Sebagai gambarannya
berikut ini pergerakan Matahari, Mars, dan Jupiter apabila diamati dari
Bumi.
Claudius Ptolemeus dari Alexandria mencoba menjelaskan fenomena tersebut sekaligus melengkapi model Aristoteles. Dalam bukunya Almagest,
Ptolemeus mengajukan model Bumi sebagai pusat tata surya seperti model
Aristoteles, namun dengan versi yang lebih kompleks, dengan
memperhitungkan posisi dari matahari, bulan dan planet-planet dari Bumi.
Untuk menjelaskan pergerakan planet yang meliuk-liuk (retrograde)
tersebut, Ptolemeus menambahkan sub-orbit melingkar di dalam sebuah
orbit (epycicle). Dengan model ini, Ptolemeus bisa meramalkan posisi
benda-benda di langit tersebut, tetapi tetap saja, model tersebut masih
terlalu rumit dan ga sepenuhnya akurat. Berikut ini gambaran gerakan
Mars menggunakan model Ptolemeus. (titik P berarti planet dan titik
kuning berarti matahari)
Emangnya
kenapa sih ketika Bumi dijadikan acuan pengamat, jadinya pergerakan
planet meliuk-liuk (retrograde)? Orbit meliuk-liuk(retrograde) tersebut
bisa dijelaskan dengan sederhana apabila bumi dan planet mengelilingi
pusat yang sama (matahari). Karena jarak Bumi dan planet ke matahari
berbeda, maka ketika Bumi udah berevolusi 1 kali, planet yang diamati
belum tuntas berevolusi, apabila jaraknya lebih jauh dari Bumi. Supaya
lebih jelas, lo bisa lihat GIF disamping.
Nah model matahari sebagai pusat tata surya (heliosentris) inilah yang coba diajukan Nicolaus Copernicus dari
Polandia pada abad keenam belas masehi. Copernicus berusaha mendobrak
pengetahuan (bahwa matahari, bintang, bulan mengelilingi bumi) yang udah
bertahan selama kurang lebih 1800 tahun! Gile ga tuh? Walaupun begitu,
Copernicus ga berani terang-terangan bilang tentang model yang dia
ajukan karena dia sendiri adalah seorang pendeta, sedangkan Gereja saat
itu menganut model Ptolomeus-Aristoteles (Bumi sebagai pusat benda-benda
langit).
Copernicus awalnya menyebarkan gagasannya sekitar tahun 1514 dalam sebuah naskah 40 halaman berjudul Commentariolussecara
anonim ke temen-temen deketnya aja. Model Copernicus
langsung membuktikan diri jauh lebih akurat daripada model Ptolomeus dan
segera menyebar di kalangan intelektual Eropa. Di tahun 1543, beberapa
saat sebelum dia meninggal, Copernicus pun berhasil
menyelesaikan naskahnya secara lengkap dengan judul On the Revolutions of the Heavenly Spheres.
Buat perbandingan, sekarang coba lo perhatikan 2 model berikut:
Di Italia, model Copernicus mendapat dukungan dari Galileo Galilei yang
saat itu lagi sibuk mengembangkan teleskop. Dia mengamati benda-benda
langit termasuk planet Jupiter yang dikelilingi oleh beberapa satelit,
dia pun kepikiran, "Hmm Jupiter aja dikelilingi oleh satelit, jadi
ga semua benda langit harus mengelilingi bumi donk? mungkin Bumi ini
aslinya sama dengan Jupiter, dikelilingi satelit juga dan mengorbit pada
pusat yang sama."
Pengembangan teleskop dan serentetan penemuan ini membuat reputasi
Galileo semakin dikenal di kalangan ilmuwan pada masa itu. Namun
demikian, dukungannya terhadap teori Copernicus (bahwa Bumi bukan pusat
Tata Surya) menyebabkan dia berhadapan dengan kalangan gereja yang
menentangnya. Dia pun dituduh 'heretic' atau murtad.
Biasanya, hukuman bagi mereka yang dituduh murtad pada masa itu bisa
sadis banget. Tapi untungnya karena faktor usia dan banyak berjasa,
Galileo akhirnya "cuma" dijatuhi hukuman tahanan rumah dan pengucilan
sampai dengan akhir hidupnya, cukup enteng apabila dibandingkan dengan
isu yang beredar kalo dia dihukum mati. Hukuman lain
terhadapnya cuma suatu permintaan agar dia secara terbuka mencabut
kembali pendapatnya bahwa bumi berputar mengelilingi matahari.
Di saat hampir bersamaan, Gagasan Copernicus tersebut diteliti dan dikembangkan oleh matematikawan Jerman, Johannes Kepler.
Berdasarkan data yang Kepler dapatkan, dia menemukan bahwa pergerakan
planet-planet tidak melingkar sempurna mengelilingi matahari, seperti
yang Copernicus pikir, tetapi berbentuk elips dengan matahari berada di
salah satu fokusnya. Namun Kepler ga ngeh apa yang menyebabkan
planet-planet tersebut tetap dalam orbitnya. Kepler menduga hal itu
karena gaya magnetik, sebelum akhirnya Isaac Newton menjelaskan kalo hal itu disebabkan oleh gravitasi.
Itulah kurang lebih, cerita singkat dari perjalanan peradaban manusia
dalam memahami bentuk dan posisi Planet Bumi ini. Dari Aristoteles 2300
tahun yang lalu, Ptolemeus, Coppernicus, Galileo, Kepler, hingga
Newton... dan jika mau ditelusuri terus akan berlanjut pada ilmuwan
modern seperti Einstein, Sagan, Hawking, dll. Selama ribuan tahun,
setiap gagasan tentang bentuk Planet Bumi dan posisinya telah
dikembangkan dan diuji berkali-kali baik dari pengamatan (empiris)
maupun pendekatan matematika.
Bukti-bukti lain round earth
Selain beberapa bukti / penalaran yang digunakan oleh filsuf dan
ilmuwan di atas, berikut ini beberapa bukti lain yang menunjukan kalo
bumi bulat.
1. Adanya zona waktu
Buat yang suka Liga Champions, lo mesti bangun dini hari pukul 2:30
WIB buat bisa nonton pertandingan di Madrid, Milan, London atau
bagian Eropa lain yang tanding jam 20:00 waktu Eropa. Kok bisa di Eropa
masih jam 8 malem, tapi di Indonesia udah jam setengah tiga pagi?
Rasanya ga perlu gue jelasin kenapa hal tersebut bisa terjadi, lo semua
pasti tau karena perbedaan zona waktu.
Zona waktu terjadi sebagai akibat dari cahaya matahari yang menyinari
bagian bumi. Karena bumi bentuknya bulat, maka matahari ga bisa nih
nyinarin semua permukaan bumi secara bersamaan, mesti gantian.
Akibatnya tiap daerah punya waktu yang berbeda-beda di saat yang
bersamaan. Hal ini cuma bisa dijelaskan apabila bumi berbentuk bulat.
Kalo bumi datar, kita masih bisa melihat matahari meskipun jaraknya jauh.
2. Pengamatan dari luar angkasa
No pic, hoax! Kalo lo orangnya ga percaya sebelum lihat
fotonya, saat ini (sebenernya udah sejak lama) ada beberapa foto yang
diambil dari luar angkasa.
Jika lo pengen melihat citra bumi dari International Space Station
(ISS), termasuk apa yang dibicarain krunya, lo bisa live streaming di
sini! Jika tampilan live straming kosong / layar biru, kemungkinan
terjadi gangguan sinyal, coba lo cek dirrect linknya di sini >> http://www.ustream.tv/channel/live-iss-stream
ISS berada pada ketinggian sekitar 400 km dari permukaan bumi. Dari
ketinggian tersebut, ISS ga bisa merekam gambar bumi secara utuh, tapi
lo bisa lihat dengan jelas lengkungannya. Kalo lo kesulitan buka streaming-nya, lo bisa pantengin aja Instagram @iss
yang suka posting foto dan video bumi, mulai dari foto negara tertentu
sampai video aurora dari atas sana. Jadi iri deh sama astronot. Hehe..
Selain itu lo bisa juga zoom out sampe tampilan bumi utuh atau zoom
in sampai jalan depan rumah lo menggunakan aplikasi google map berikut
3. Kisah penjelajahan manusia
Udah banyak kisah penjelajahan manusia mengelilingi bumi. Kisah yang
disebut-sebut paling berpengaruh terhadap sejarah dunia adalah
penjelajahan Christoper Colombus.
Penjelajahan ini dipicu oleh jatuhnya kota Konstantinopel
oleh Kesultanan Ottoman, jalur perdagangan dari Eropa - Asia ditutup.
Padahal sebelumnya Konstantinopel merupakan salah satu kota yang paling
berpengaruh dan menjadi pusat perdagangan. Karena kesulitan menempuh
perjalanan darat maka perjalanan laut menjadi pilihan para penjelajah
Eropa termasuk Columbus.
Columbus mencoba untuk menemukan rute laut paling singkat dari Eropa
ke Asia. Colombus sendiri sudah tau bahwa Bumi ini bentuknya bulat, tapi
dalam bayangannya waktu itu, bulatnya relatif kecil, ga segede yang
kita ketahui sekarang (keliling katulistiwa 40,075 km). Oleh karena itu,
dia memutuskan ke Asia melalui Samudera Atlantik karena dia pikir rute
ini bakal lebih dekat. Nah Ratu Isabella
yg membiayai perjalanan Colombus waktu itu, ngeyel, dan nyaranin
Colombus ke arah timur. Seperti yang udah lo baca dalam berbagai
informasi sejarah, Colombus akhirnya malah pergi ke barat dan nyampe di
benua Amerika. Karena mengira tiba di Hindia (Asia), mereka menyebut
penduduk Amerika tersebut dengan sebutan "Indian".
Sedangkan orang pertama yang memimpin ekspedisi yang bertujuan mengelilingi bumi adalah Ferdinand Magellan. Penjelajahan ini disebut-sebut sama pentingnya dengan misi pendaratan NASA di bulan.
Saat itu Magellan dan kru-nya yang totalnya 243 orang bertekad
mengelilingi dunia dari Spanyol ke Barat terus sampai akhirnya tiba ke
Spanyol lagi. Dia mulai berlayar ke arah Amerika (menyeberangi Samudera
Atlantik), lalu menyeberangi Samudera Pasifik sampai akhirnya sampai di
Filipina. Dengan perbekalan yang terbatas, banyak awak kapal yang
meninggal karena lapar, sakit, ataupun perang dengan penduduk lokal.
Magellan sendiri tewas di Filipina dan awak kapal yang berhasil hidup
sampai kembali ke Spanyol cuma tersisa 18 orang. Untuk menghargai
jasanya, nama Magellan diabadikan dalam nama 2 galaksi
tetangga Milkyway, Awan Magellan Besar (Large Magellanic Cloud) dan Awan Magellan Kecil (Small Magellanic Cloud).
Penjelajahan lain yang familiar dengan sejarah Indonesia adalah
penjelajahan antara Spanyol dan Portugis. Pada abad ke 15, bangsa Eropa
lagi gencar-gencarnya mencari daerah jajahan baru. Keunggulan dalam
teknologi navigasi dan perkapalan yang dimiliki Portugis dan Spanyol
menimbulkan persaingan dan perselisihan di antara keduanya dalam
memperebutkan wilayah penjelajahan dan perdagangan. Akhirnya pemerintah
Spanyol dan Portugis, dimoderasi oleh Paus, sepakat untuk melakukan
Perjanjian Tordesillas.
Isi dari perjanjian tersebut adalah pembagian arah pelayaran antara
Spanyol dan Portugis yang dibatasi oleh garis yang sekarang kira-kira
garis 46 derajat bujur barat. Dalam perjanjian tersebut, Spanyol
memiliki hak perdagangan dan pelayaran ke arah barat, sementara Portugis
ke arah timur. Pokoknya mereka harus berlayar saling menjauh supaya ga
bersaing satu sama lain.
Kemudian berlayarlah kapal-kapal Spanyol ke Barat, lalu kapal-kapal
Portugis ke arah Timur. Tanpa disangka, mereka akhirnya ketemu di
Kepulauan Maluku! Nah mereka bingung "Loh? lo kok disini?",
lawong yang satu ke timur terus dan yang satu ke barat terus kok
akhirnya ketemu? Jangan-jangan ada salah satu pihak yang melanggar
perjanjian nih! Mereka bersitegang lagi akibat saling menyalahkan dan
menuduh melanggar perjanjian Tordesillas yang sebelumnya telah
disepakati oleh kedua belah pihak. Nah mereka pun hampir gontok-gontokan
lagi dan lagi-lagi Paus menengahi dan membuat kesepakatan baru yang
disebut dengan Perjanjian Saragosa.
Ada yang tau ga kenapa kira-kira Eropa saat itu masih banyak yang
percaya dengan bumi datar? Padahal Aristoteles pada abad ketiga sebelum
masehi udah menjelaskan bahwa Bumi berbentuk bulat.
Dari mana modern flat earth society berasal?
Modern flat earth society ini di mulai dari abad 19 pencetusnya adalah Samuel Birley Rowbotham. Salah satu percobaan yang di lakukan oleh Rowbotham adalah Bedford Level Experiment
di tahun 1838, Bedford adalah nama sebuah sungai di Norfolk Inggris.
Percobaan ini bertujuan untuk membuktikan apakah bumi bener-bener bulat
seperti bola dan untuk menentukan dimana batas jarak lengkungan bumi
(curvature). Di sungai Bedford terdapat saluran air yang panjang panjang
banget dan lurus, tiap 6 mil (9.7 km) terdapat jembatan. Jika
Bumi bulat, maka perahu di salah satu jembatan ga akan terlihat di
jembatan satunya. Berdasarkan para ahli yang mengatakan bahwa total
keliling bumi adalah 25.000 mil, seharusnya dalam jarak 6 mil (9.7 km)
sudah ada lengkungan (curvature).
Robowtham
mencoba melihat kapal setinggi 5 kaki menggunakan teleskop yang
setinggi 8 inch yang ditaruh di atas air sungai Bedford. Setelah kapal
tersebut melewati jarak lebih dari 6 mil (9.7 km), ternyata kapal
tersebut masih bisa terlihat dengan jelas melalui teleskopnya.
Harusnya kalau emang benar bumi itu berbentuk bulat ga mungkin donk
kapal tersebut yang sudah melewati jarak 6 mil masih bisa terlihat
walaupun pakai teleskop karena sudah berada di balik lengkungan
bumi. Robowtham pun menerbitkan buku yang berjudul Zetetic Astronomy: Earth Not a Globe yang
menyatakan Bumi merupakan piringan datar yang berpusat di Kutub Utara
dan dibatasi sepanjang tepi selatannya oleh dinding es, Antartika,
dengan Matahari dan bulan berada 3.000 mil (4.800 km) di atas permukaan
Bumi. Dia juga menerbitkan selebaran berjudul "The inconsistency of Modern Astronomy and its Opposition to the Scriptures!!", yang berpendapat bahwa "Bible,
alongside our senses, supported the idea that the earth was flat and
immovable and this essential truth should not be set aside for a system
based solely on human conjecture".
Tahun 1870, salah seorang pendukung fanatik Flat Earth, John Hampden,
mengadakan taruhan buat siapa aja yang bisa membuktikan bumi bulat
dan mematahkan hasil Bedford Experiment, dengan iming-iming hadiah
$500. Kalo dihitung pake inflation calculator,
maka uang $500 di tahun 1870 setara dengan uang $9457 di tahun 2015.
Uang $9457 kalo dirupiahkan dengan asumsi kurs dollar Rp13.000 jadinya
senilai Rp122.941.000. Banyak juga ya?
Alfred Russel Wallace yang
merupakan penulis buku "The Malay Archipellago" dan kita kenal sebagai
ilmuwan Biologi & eksplorer yang revolusioner sebagai salah satu
penggagas teori evolusi (bersama Charles Darwin) pun tertarik dengan
taruhan tersebut. Jika lo inget pelajaran IPS SD tentang garis Wallace
dan garis Webber, yang dimaksud Wallace adalah Alfred Russel Wallace
ini. Saat itu profesi scientist masih sangat langka, ga seperti
sekarang. Hasil royalti buku Wallace dan penjualan beberapa koleksi
burung tropis dan kupu-kupu yang dia kumpulkan selama petualangannya ga
memberikan pemasukan yang memadai. Berbeda dengan Darwin yang berasal
dari keluarga yang berada, Wallace berasal dari keluarga yang
biasa-biasa aja. Oleh karena itu Wallace memutuskan buat ikutan taruhan
itu karena pikirnya bisa dapet duit secara gampang sekaligus berharap “may stop these foolish people”.
Kekeliruan
dari percobaan Rowbotham tidak menghitung pembiasan cahaya oleh uap air
laut yang pasti terjadi ketika temperatur sangat tinggi. Mengingat
percobaan ini dilakukan saat musim panas, maka penguapan air laut pasti
terjadi, dan akibatnya adalah pembiasan cahaya (pembelokan cahaya) oleh
uap air laut.
Karena Wallace adalah ilmuwan beneran yang tau tentang hal tersebut,
dia memastikan untuk menghindari efek pembiasan cahaya oleh uap air
laut. Maka dia melakukan percobaan yang sama tetapi pada ketinggian
titik pengamatan 4 meter. Hasil dari percobaan ini membuktikan bahwa
bagian bawah kapal menghilang, hasil yang berlawanan dengan yang
diperoleh pada awal eksperimen Rowbotham. Hasil ini diakui oleh juri
yang membuat Wallace memenangkan taruhan ini. Di kemudian hari
eksperimen yang sama telah dilakukan oleh orang lain dan memberikan
hasil sesuai dengan eksperimen Wallace.
Perdebatan masalah flat earth
Konsekuensi dari “teori” flat earth ini menafikan hampir semua ilmu
pengetahuan yang selama ini berlaku, seperti gravitasi, matahari
mengelilingi bumi, terjadinya gerhana, dan berbagai hal lain. Gimana
caranya mengambil kesimpulan dari masalah ini? Dalam artikel zenius
sebelumnya, Fanny udah pernah membahas tentang cara mengambil kesimpulan yang rasional, yang mana apabila terdapat permasalahan, maka kita mesti mengujinya dengan eksperimen atau data.
Kembali ke Alfred Russel Wallace, meskipun dia memenangkan taruhan, tapi hal tersebut sangat disesalinya dan bahkan dia bilang "most regrettable incident in my life".
Kok bisa? Selama puluhan tahun, dia dan keluarganya terus-terusan
mendapat ancaman pembunuhan, permasalahan hukum dan berbagai teror dari
John Hapmden yang fanatik dan tidak bisa menerima kekalahan. Berikut
yang Wallace katakan:
"The next matter was a much more serious one, and
cost me fifteen years of continued worry, litigation, and persecution,
with the final loss of several hundred pounds. And it was all brought
upon me by my own ignorance and my own fault—ignorance of the fact so
well shown by the late Professor de Morgan—that "paradoxers," as he
termed them, can never be convinced, and my fault in wishing to get
money by any kind of wager. It constitutes, therefore, the most
regrettable incident in my life."
John Hampden sendiri tetep bersikukuh bahwa bumi berbentuk datar dan
mengabaikan putusan juri yang memenangkan Wallace. Dia, hingga akhir
hayatnya, terus-terusan menerror Wallace. Seperti halnya
Hampden, pendukung flat earth lainnya juga mengabaikan sejarah dan
fakta-fakta yang telah diajukan.
Hingga saat ini, tentu masih banyak banget orang yang masih percaya
dengan bumi datar. Sampai di sini sih gue pribadi menyerahkan pada
keyakinan masing-masing, itu hak mereka. Apakah kita mau terus maju
bersama ilmu pengetahuan yang telah diuji berkali-kali oleh para ilmuwan
dengan bermacam-macam pendekatan, atau mau mundur kembali 2300 tahun?
Satu pelajaran berharga yang bisa dipetik dari Wallace, jangan menghabiskan waktu berdebat dengan fanatik.